NARASIBALI.COM, DENPASAR – Panglingsir Jero Gede Penatih yang juga Walikota Denpasar, I Gusti Ngurah Jaya Negara mengatakan bahwa upacara Mamukur di Bali adalah untuk menyucikan roh seseorang yang telah meninggal agar mencapai tingkat kesucian sebagai roh suci.
Upacara ini merupakan lanjutan dari upacara Ngaben dan bertujuan untuk melepaskan ikatan roh dengan duniawi. Dengan demikian, roh dapat bersatu dengan Sang Pencipta dan mencapai kebebasan spiritual.
Lebih lanjut dijelaskan, Upacara Memukur Jero Gede Penatih ini dilaksanakan guna melengkapi rangkaian upacara Pelebon Ni Jero Samiarsa yang merupakan sang ibunda. Meski demikian, dalam pelaksanannya terdapat 60 pengiring yang berasal dari pasmeetonan dan masyarakat umum.
“Iya sebagai wujud sradha bhakti kami kepada orang tua dan leluhur untuk melengkapi rangkaian upacara agar sang arwah bisa manunggal dengan Tuhan,” ujarnya.
Dikatakannya, rangkaian upakara telah dilaksanakan sejak Selasa, (19/8) lalu yang diawali dengan Melapas Peyadnyan dan Nyanggling. Dilanjutkan dengan Ngangget Don Bingin, Ngajum dan Melaspas Puspa pada Kamis (21/8) lalu. Sedangkan Puncak Karya dilaksanakan bertepatan dengan Tilem Sasih Karo Sabtu (23/8).
Setelah Puncak Karya, Jaya Negara menjelaskan bahwa rangkaian akan dilanjutkan dengan Mapralina dan Nganyud ke Segara yang akan dilaksanakan pada Minggu (24/8) dini hari. Dan sebagai penutup rangkaian akan dilaksanakan Upacara Nyegara Gunung di Segara Pura Goa Lawah, dilanjutkan dengan Meajar-Ajar menuju Pura Dalem Puri, Pura Batu Madeg dan Pura Penataran Agung Besakih pada Selasa (26/8) mendatang.
“Semoga seluruh rangakain Karya Memukur Jero Gede Penatih ini berjalan lancar, labda karya dan senantiasa memberikan kerahayuan untuk umat,” ujar Jaya Negara.
Wakil Walikota Denpasar I Kadek Agus Arya Wibawa memberikan apresiasi atas pelaksanaan Karya Memukur Jero Gede Penatih ini. Tentunya hal ini merupakan wujud sradha bhakti antara Puri/Jero dengan masyarakat atau Para. Sinergi ini tentu sangat baik dalam mewujudkan masyarakat Kota Denpasar yang paras paros sarpanaya dan sagilik, saguluk salunglung subayantaka sesuai dengan sepirit Vasudhaiva Khutumbakam bahwa kita semua bersaudara.
“Dengan pelaksanaan karya ini tentu kami berharap kedepannya dapat menciptakan hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, begitupun manusia dengan alam lingkungan harus tetap dijaga sebagaimana mestinya sehingga kehidupan tetap harmonis,” ujar Arya Wibawa. tri/nbc