NARASIBALI.COM, DENPASAR – Rilis BPS Provinsi Bali pada 1 September 2025 menyebutkan bahwa perkembangan harga gabungan kabupaten/kota perhitungan inflasi di Provinsi Bali pada Agustus 2025 secara bulanan mengalami deflasi sebesar -0,39% (mtm), setelah bulan sebelumnya mengalami inflasi 0,32% (mtm). Secara tahunan, inflasi Provinsi Bali mengalami penurunan menjadi 2,65% (yoy) dari 3,16% (yoy) pada Juli 2025. Inflasi Bali pada Agustus 2025 secara tahunan lebih tinggi dibandingkan Nasional yang sebesar 2,31% (yoy).
Secara umum, inflasi spasial di 4 (empat) Kota/Kabupaten di Bali masih dalam rentang sasaran inflasi. Ke depan, upaya pengendalian inflasi dari hulu hingga hilir melalui kolaborasi, inovasi, dan sinergi Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) perlu terus dilakukan untuk menjaga nilai inflasi agar terus berada pada rentang sasaran 2,5%+1%. Seluruh Kota/Kabupaten IHK mengalami deflasi bulanan pada Agustus 2025. Tabanan mengalami deflasi bulanan terdalam sebesar -0,69% (mtm) atau inflasi tahunan 2,61% (yoy), diikuti Singaraja sebesar -0,56% (mtm) atau 2,71% (yoy). Selanjutnya, Badung mengalami deflasi bulanan sebesar -0,46% (mtm) atau inflasi tahunan 1,91% (yoy), dan Denpasar sebesar -0,19% (mtm) atau 3,05% (yoy).
Secara bulanan, deflasi di Provinsi Bali terutama disumbang oleh Kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau, seiring dengan penurunan harga komoditas pada kelompok ini di tengah peningkatan pasokan karena panen. Berdasarkan komoditasnya, secara bulanan deflasi bulan Agustus 2025 terutama bersumber dari penurunan harga komoditas tomat, cabai rawit, daging babi, buncis, dan tarif angkutan udara. Sementara itu, deflasi yang lebih dalam tertahan oleh kenaikan harga komoditas bawang merah, biaya Sekolah Menengah Atas, beras, bahan bakar rumah tangga, dan pepaya.
Ke depan, beberapa risiko yang perlu diperhatikan antara lain masih tingginya permintaan barang dan jasa pada peak season kunjungan wisatawan mancanegara, kenaikan harga acuan minyak sawit mentah yang berpotensi mendorong imported inflation, serta berlanjutnya perbaikan jalur utama Jawa-Bali. Selain itu, ketidakpastian cuaca pada musim kemarau basah juga masih berlanjut yang berpotensi mengganggu panen hortikultura dan distribusi pasokan masuk via angkutan laut.
Dalam menghadapi potensi tekanan inflasi ke depan, Bank Indonesia Provinsi Bali terus memperkuat sinergi dan inovasi bersama Pemerintah Kabupaten/Kota se-Bali melalui implementasi strategi 4K, yaitu Keterjangkauan Harga, Ketersediaan Pasokan, Kelancaran Distribusi, dan Komunikasi yang Efektif. Ke depan, TPID Provinsi dan seluruh TPID Kabupaten/Kota di Bali akan terus mendorong penguatan dan perluasan pelaksanaan Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) melalui peningkatan produktivitas pertanian, luas tambah tanam, serta pemanfaatan lahan tidur.
Di sisi antara, sinergi juga akan terus diperkuat untuk kerja sama antar daerah intra-Bali dan peningkatan efisiensi rantai pasok pangan, guna membangun ekosistem ketahanan pangan yang inklusif dengan melibatkan BUMDes, Perumda pangan, dan koperasi. Sinergi pengendalian inflasi pangan juga mencakup kolaborasi antara pelaku hulu dan hilir, mulai dari petani, penggilingan, Perumda pangan, hingga sektor horeka (hotel, restoran, dan kafe), yang diperkuat melalui regulasi pemanfaatan produk pangan lokal oleh pelaku usaha di daerah. Dengan langkah-langkah strategis tersebut, Bank Indonesia Provinsi Bali optimis inflasi pada tahun 2025 akan tetap terjaga dalam rentang sasaran nasional sebesar 2,5%±1%. tha/nbc