NARASIBALI.COM, DENPASAR– Bank Indonesia (BI) bersama Pemerintah Provinsi Bali meluncurkan Bali Green Economy Forum (BGEF) 2025 sebagai panggung kolaborasi ekonomi hijau di Pulau Dewata.
Forum perdana ini diselenggarakan di Bali pada 24 Oktober 2025. Forum ini adalah salah satu upaya merajut kekuatan Bali melalui UMKM hijau, ekowisata, komoditas lokal bernilai tambah, dan teknologi sehingga pertumbuhan berkelanjutan semakin nyata dan inklusif.
Sejalan dengan visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali, BGEF menempatkan Pulau Dewata bukan hanya sebagai tujuan wisata kelas dunia, namun juga landmark ekonomi berkelanjutan Indonesia.
Dalam pembukaan, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, Erwin Soeriadimadja, menegaskan arah
strategic visioning BGEF. “Perekonomian Bali pada Triwulan II 2025 tumbuh 5,95 persen, lebih tinggi dari nasional,namun capaian ekonomi harus berjalan beriringan dengan kualitas hidup. Berdasarkan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Bali tercatat sebesar 71,38; penurunan kualitas air dan berkurangnya tutupan lahan harus menjadi perhatian bersama” ucap Erwin.
Dalam kesempatannnya Erwin Soeriadimadja turut merinci 3 (tiga) fokus yaitu pertumbuhan
berkelanjutan tanpa mengikis modal alam, peningkatan kualitas hidup melalui pengurangan polusi, dan pariwisata yang serasi dengan alam. Dari sisi kebijakan, BI tidak berhenti pada kajian dan pengukuran, tetapi memperkuat transmisi pembiayaan hijau melalui kebijakan makroprudensial yang mendorong kredit ke sektor produktif termasuk
sektor hijau.
”Sejatinya pertumbuhan ekonomi yang hakiki adalah pertumbuhan yang berdampak, berdaya tahan,
dan berkelanjutan” tutur Erwin.
Deputi Bidang Pengembangan Strategis Ekonomi Kreatif Kemenparekraf, Cecep Rukendi, menautkan ekraf dan ekonomi hijau. “Dalam Asta Cita, misi ketiga menegaskan peningkatan pekerjaan berkualitas, kewirausahaan, pembangunan industri kreatif, dan kelanjutan industrialisasi. Ekonomi kreatif menjadi prioritas sebagai daya dorong pertumbuhan baru berdampingan dengan pariwisata dan sektor riil” tutur Cecep.
Pembahasan juga turut menyoroti 17 subsektor ekraf dalam 4 (empat) klaster (budaya, media, teknologi, dan turunannya) serta menyoroti terobosan pembiayaan berbasis Kekayaan Intelektual (KI).
“Kedepannya, lembaga keuangan tidak hanya hadir lewat CSR, tetapi juga membuka akses pembiayaan yang mengakui nilai kekayaan intelektual” kata Cecep.
Sesi panel discussion merangkum agenda Green Living Forward dari sisi inklusi, kebijakan, tata kelola daerah, teknologi, dan gaya hidup. Angkie Yudistia menempatkan inklusi sebagai fondasi, dengan pesan no one is left behind, melalui pendampingan, pelatihan keterampilan digital, dan penguatan akses pasar bagi perempuan serta penyandang disabilitas. “Empat tahun terakhir kami latih teman-teman hingga berani live promosi di TikTok dan Shopee agar mandiri,” ujar Angkie.
Butet Linda H. Panjaitan menautkan kebijakan dengan riset dan pengelolaan kapasitas destinasi.
“Yang terjadi di Bali bukan overtourism, melainkan concentrated tourism, terutama Bali Selatan, yang memicu disrupsi seperti kemacetan, sampah, serta turunnya kenyamanan. Solusinya pemerataan destinasi dan pengelolaan kapasitas berbasis digital” ujar Butet.
Ia menekankan asesmen berbasis data, pemanfaatan insentif makroprudensial untuk pembiayaan hijau, serta fasilitasi UMKM melalui pelatihan, showcasing, dan business matching. Perwakilan Pemerintah
Kabupaten Badung, Ida Bagus Gede Arjana menegaskan komitmen pemerintah dalam pengelolaan sampah dari sumbernya, peningkatan infrastruktur dan teknologi, serta pemerataan pengembangan destinasi untuk menaikkan ekonomi sirkular daerah. Akademisi sekaligus expert Artificial Intelligence (AI), Andry Alamsyah kemudian membahas pemanfaatan AI sebagai katalisator inovasi. “Jangan menunggu regulasi, regulasi akan mengikuti aktivitas yang baik,” tegas Andry.
Hamish Daud menutup dengan topik green lifestyle dari kecintaannya pada laut dan alam, mencontohkan praktik zero waste di industri hospitality seperti mendaur ulang sampah menjadi dekorasi dan furnitur.
Momentum forum diikuti seremoni apresiasi bagi UMKM yang berhasil menembus pasar global, dilanjutkan dengan UMKM penerima pembiayaan perbankan sebagai bukti kelayakan usaha hijau, UMKM Hijau yang menerapkan prinsip zero waste dan material ramah lingkungan, serta UMKM tersertifikasi halal yang memperluas akses pasar. Usai sesi utama, seluruh undangan berkesempatan meninjau booth UMKM serta mengikuti business matching yang mempertemukan perbankan dengan pelaku usaha terkurasi dengan hasil akan kredit yang tereliasasi
sejumlah seratus juta rupiah melalui Program Kredit Modal Kerja – Kredit Usaha Rakyat Mikro (KMK KUR Mikro).
Peluncuran perdana BGEF 2025 ini diharapkan menjadi rujukan nasional ekonomi hijau yang pro-stability pro-growth.
Dengan semangat Green Living Forward, kolaborasi lintas pihak diarahkan pada capaian nyata yang berkelanjutan sehingga manfaatnya dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat. tha/nbc



